SEPUTAR IQ - Pemerintah dan DPR resmi menyetujui RUU Kesehatan menjadi undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR pada Sidang V tahun sidang 2022-2023. Sempat mengalami penolakan dari dua fraksi, namun mayoritas fraksi lainnya setuju.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel.
Menurut catatan Sekretariat Jenderal DPR RI, daftar hadir rapat paripurna ini ditandatangani 105 orang, 197 orang sudah izin, dan dihadiri anggota dari seluruh fraksi di DPR RI. Pengesahan RUU Kesehatan juga dihadiri oleh perwakilan pemerintah, antara lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej. Kemudian jajaran Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenkeu.
Mayoritas fraksi di DPR yakni Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PPP, dan Fraksi PAN, menyetujui pengesahan RUU Kesehatan. Sedangkan dua fraksi yang menolak adalah Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS. Fraksi NasDem menerima tapi disertai catatan.
(Baca juga: Langgar P3SPS KPI, Program Siaran Bisik Pagi Dijatuhkan Sanksi)
Pembahasan RUU Kesehatan dimulai saat Baleg DPR mengirimkan draf kepada pemerintah untuk dibahas bersama setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada (14/02) lalu. Kemudian pada (03/04), Bamus DPR menugaskan Komisi IX untuk mulai melakukan pembahasan. Selanjutnya, pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ke Komisi IX pada (05/04) lalu.
Sepanjang pembahasannya, RUU Kesehatan mengalami resistensi dari berbagai pihak, terutama lima organisasi profesi (OP) di Indonesia. Lima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Mereka mempertanyakan sejumlah hal, seperti belanja wajib yang dihapuskan dalam RUU Kesehatan, perlindungan kesehatan dan tenaga medis, izin praktik dokter asing di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup.
RUU kesehatan juga dinilai tidak transparan dan tergesa-gesa, namun DPR dan pemerintah terus membahas RUU kesehatan.
Budi Gunadi mengatakan, pandemi Covid-19 membuka mata kita akan banyaknya perbaikan yang harus dilakukan di bidang kesehatan. Sebabnya transformasi kesehatan sangat diperlukan.
“Setelah badai pandemi ini, saatnya kita bersama-sama memperbaiki dan membangun kembali sistem kesehatan Indonesia agar lebih tangguh dari sebelumnya, menuju Indonesia Emas 2045,” kata Budi mewakili pemerintah.
Ada beberapa hal yang menjadi fokus dari keberadaan RUU ini yang terdiri dari 20 bab dan 458 pasal. Di antaranya, RUU ini lebih fokus pada pencegahan daripada pengobatan, dari akses layanan kesehatan yang sulit menjadi mudah, dan dari industri kesehatan yang bergantung pada negara asing menjadi industri mandiri di dalam negeri.
“Kemudian dari pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif, dari kekurangan tenaga kesehatan menjadi cukup dan merata, dan dari sistem informasi yang terpecah-pecah menjadi terintegrasi,” jelas Budi di Ruang Rapat Paripurna DPR RI.