Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan antara tuan rumah Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam pertandingan Liga 1 pada, Sabtu (01/10) menarik perhatian Nirmala Dewi, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Indonesia, ia berharap stadion sepak bola di Indonesia bisa menyediakan stand khusus untuk perempuan dan anak-anak.
"Apalagi mendengar ada seorang ibu meninggal saat berusaha mencari anak dan suaminya saat kejadian," imbuhnya.
Nirmala pernah menjabat sebagai Direktur Pemasaran perusahaan manajemen Sriwijaya FC pada periode 2013-2018. Dirinya mengaku turut berduka cita atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuran Malang, Jawa Timur.
Diketahui, tragedi kerusuhan Kanjuruhan memakan puluhan orang bahkan mencapai ratusan nyawa melayang, diantaranya adalah anak-anak di bawah usia 12 tahun. Karena itu, ia sebagai pegiat olahraga, mendesak pemerintah membuat regulasi yang mengatur tentang penyediaan tempat khusus bagi anak dan perempuan.
(Baca juga: Tragedi Berdarah Telan Ratusan Korban Jiwa di Laga Arema VS Persebaya)
Jangan sampai kejadian ini berdampak buruk sehingga menimbulkan ketakutan bagi para ibu dan anak untuk menonton pertandingan sepakbola. Padahal dalam kompetisi olahraga banyak hal baik yang bisa ditiru seperti sportivitas, semangat juang pantang menyerah dan solidaritas. Hal ini sangat baik untuk pembentukan karakter anak.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada cara yang efektif untuk mencegah konflik antar kelompok pendukung. Adanya militansi yang berlebihan terhadap klub menjadi pemicu utama konflik yang sering terjadi, apalagi jika tim kesayangannya kalah.
Nirmala mengaku juga pernah menghadapi konflik antar suporter saat dirinya menjadi bagian dari manajemen Sriwijaya FC asal Sumatera Selatan.
“Perbedaannya di Sriwijaya FC konfliknya internal karena ada tiga support group,” ucapnya.
Nirmala menyapaikan, sudah ada program klub untuk mengedukasi suporter. Sayangnya, program tersebut tidak berjalan secara konsisten atau hanya spontan. Ia berharap, program edukasi kepada suporter harus dilakukan secara konsisten.
“Tidak hanya setelah kejadian sehingga mereka merasa terlibat, kemudian mengenai pengaturan posisi duduk bagi perempuan dan anak sehingga jika terjadi keadaan darurat dapat mengurangi risiko korban terhadap perempuan dan anak,” tegasnya.