KRI Irian adalah sebuah kapal penjelajah kelas Sverdlov milik Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada tahun 1960-an. Kapal ini merupakan versi pengembangan dari kapal penjelajah kelas Chapayev yang terakhir dibuat untuk Angkatan Laut Uni Soviet.
Sebelumnya Uni Soviet tidak pernah menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. Pada 24 Januari 1963 kapal tersebut dinyatakan keluar dari kedinasan Angkatan Laut Uni Soviet.
KRI Irian sebelumnya bernama Ordzhonikidze 310 yang diambil dari Armada Baltik Angkatan Laut Uni Soviet, kemudian dibeli oleh pemerintah Indonesia tahun 1962. Saat itu KRI Irian adalah salah satu kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini digunakan secara aktif untuk persiapan merebut Irian Barat dalam operasi Trikora.
Pada 11 Januari 1961, pemerintah Uni Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Biro Desain Pusat 17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze 310 supaya cocok beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini dapat dioperasikan pada suhu +40 °C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30 °C.
Namun pihak Uni Soviet tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.
Kapal ini tiba di Surabaya dan memulai uji coba lautnya pada tanggal 5 April 1962. Pada saat itu kru dari ALRI untuk kapal ini sudah terbentuk. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error (coba-coba).
Bulan November 1962, tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hidraulis saat naik ke permukaan. Tidak hanya itu saja, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian pun rusak.
Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak, kehadiran kapal ini membuat Angkatan Laut Kerajaan Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.
Pada 1964 kapal penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan akhirnya dikirim ke Vladivostok untuk perbaikan. Bulan Maret 1964, KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Setelah perbaikan selesai pada bulan Agustus 1964 kapal kembali berlayar menuju Surabaya dengan dikawal oleh kapal perusak Angkatan Laut Uni Soviet.
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian:
- Versi pertama menyebutkan bahwa tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah keadaannya hingga sedikit demi sedikit mulai dibanjiri air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan kapal penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Soedomo menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.
- Versi kedua, menurut Hendro Soebroto, kapal perang yang dibuat sebanyak empat belas buah ini (enambelas buah lainnya dibatalkan pembangunannya) dijual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli. "Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua gudang suku cadang. Tapi karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia, selepas Gestapu, kita tidak punya teknisi lagi," kata Hendro.
- Sedangkan versi ketiga menyebutkan bahwa ketika dibawa untuk dibesituakan, di tengah perjalanan KRI Irian dicegat oleh kapal Uni Soviet. Versi ketiga ini setelah membaca laporan dari berbagai majalah militer yang mengulas mengenai persenjataan Uni Soviet semasa Perang Dingin. Uni Soviet hanya menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu Indonesia (1962) dan India (1989–discrap). Ada dugaan bahwa pihak yang paling tidak menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ke tangan pihak Barat adalah Uni Soviet. Teori ketiga, ada kemungkinan Uni Soviet mencegat kapal tersebut dan kemudian mengambil alih dengan kesepakatan, bisa jadi dengan mengurangi sejumlah utang pembelian senjata yang belum dilunasi atau bisa jadi dengan melunaskannya. Dari ke-14 buah itu, hanya KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055) yang keberadaannya masih misterius.